Minggu, 11 Juni 2017

Laporan Observasi Anak Berkebutuhan Khusus



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
   Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.Belum semua penyebab anak berkebutuhan khusus dapat diketahui, namun sudah banyak faktor penyebab yang dapat kita ketahui. Berdasarkan waktu terjadinya, ada beberapa penyebab anak berkebutuhan khusus. Penyebab pertama terjasi pada masa prenatal, yaitu penyebab yang terjadi sebelum kelahiran. Artinya, pada saat janin masih berada dalam kandungan, sang ibu terkena virus, mengalami trauma atau salah minum obat. Penyebab kedua pada masa prenatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat proses kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika melahirkan, dan proses kelahiran dengan penyedotan (di-vacuum). Penyebab ketiga pada masa postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran, misalnya kecelakaan jatuh atau  terkena penyakit tertentu. Observasi yang dilakukan di Kelas II A/B SLB Dharma Asih Pontianak diharapkan bisa menambah pengalaman dan meningkatkan pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pendidikan anak berkebutuhan khusus di SLB Dharma Asih Pontianak?
2.      Bagaimana dengan mata pelajaran yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus di SLB Dharma Asih?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui bagaimana pendidikan anak berkebutuhan khusus di SLB Dharma Asih Pontianak
2.      Mengetahui mata pelajaran apa saja yang diberikan untuk anak berkebutuhan khusus di SLB Dharma Asih


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sekolah Luar Biasa
Pendidikan di Indonesia mempunyai berbagai macam tingkat dan jenis yang diperuntukkan pada anak Indonesia dengan berbagai karakteristik dan kemampuan serta kebutuhan yamg berbeda. Begitu juga dengan Anak Berkebutuhan Khusus. Anak anak ini mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan dan memiliki kebutuhan yang berbeda dengan anak-anak normal lainnya. Anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus ini bersekolah di Sekolah Luar Biasa atau yang biasa disingkat dengan SLB.
Pendidikan nasioanl bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
   Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan tersebut maka setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Seperti tertuang dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini suatu satuan pendidikan yang diselenggarakan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan tidak terkecuali juga para penyandang cacat. Khusus bagi para penyandang cacat juga disebutkan dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud adalah pendidikan luar biasa.
           Pendidikan luar biasa, seperti yang termuat dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 50: menjelaskan bahwa pendidikan diarahkan pada pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental, dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membekali siswa berkebutuhan khusus untuk dapat berperan aktif didalam masyarakat. Dalam PP No. 72 tahun 1991 dijelaskan bahwa :
   Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan (www.theceli.com/dokumen/produk/pp/1991/72-1991.html).
   Dalam penyelengaran pendidikan luar biasa, Direktorat Pembinaan Pendidikan Luar Biasa mengklasifikasikan pendidikan kedalam lima bidang, yaitu:
◦                 SLB/A, untuk para tunanetra
◦                 SLB/B, untuk para tunarungu
◦                 SLB/C, untuk para tunagrahita
◦                 SLB/D, untuk para tunadaksa
◦                 SLB/E, untuk para tunalaras
                Setiap anak diklasifikasikan dan dimasukkan ke dalam golongan kebutuhan mereka dan memperoleh kebutuhan yang disediakan di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan mereka.Disekolah tersebut kemudian mereka diajari oleh tenaga pengajar yang khusus menangani kebutuhan mereka masing-masing, dengan alat alat bantu yang dibutuhkan sesuai dengan golongan kebutuhan mereka.

B.     Anak Berkebutuhan Khusus di Kelas II A/B SLB Dharma Asih Pontianak
 Pada kesempatan kali ini, kelompok kami mendapat kesempatan untuk mengobservasi tentang pendidikan di kelas II A/B SLB Dharma Asih Pontianak. Kelas II A/B ini merupakan kelas gabungan antara kelas II A dan kelas II B karena jumlah murid yang sedikit, namun dikelas ini tetap diajar oleh dua orang guru. Pada kelas ini terdapat beberapa jenis anak berkebutuhan khusus antara lain ada anak tunagrahita, tunaganda, dan autis. Berikut nama peserta didik di kelas II A/B beserta ketunaannya :

Kelas II A
No
Ketunaan
Nama
Jenis kelamin
1
C1
Audityhia Derasta
Perempuan
2
C1
Fahzihad Ramadhan
Laki-laki
3
C
Ikhsan Saifulloh
Laki-laki
4
C1
Muhammad Redha
Laki-laki
5
C1
Nazwa Azzahra
Perempuan

Kelas II B
No
Ketunaan
Nama
Jenis Kelamin
1
Au
Fairuszsyahrun Nawa
Perempuan
2
D1/Ganda
Figo Alexander
Laki-laki
3
C1
Fitri Maryati Sirefar
Perempuan
4
C1
Maulyda Salsabila Putri
Perempuan
5
C1
Wilsen
Laki-laki

1.      Tunagrahita
Tunagrahita adalah keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation).Retardasi mental adalah kondisi sebelum usia 18 tahun yng ditandai dengan lemahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ-nya di bawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. Ciri utama retardasi mental adalah lemahnya fungsi intelektual. Selain intelegensinya rendah anak retardasi mental juga sulit menyesuaikan diri dan berkembang.
Pada kelas II A anak tunagrahita digolongkan menjadi dua tipe, yaitu :
a.       Educabel
 Pada kategori ini anak-anak yang bersekolah adalah yang mampu didik atau yang disebut dengan anak-anak dengan retardasi mental ringan. Mereka dapat dididik sampai dengan kelas 5 atau 6 sekolah dasar dan dapat dikategorikan kedalam ketunaan C.
b.      Trainable
Kategori Trainable atau mampu latih dapat diberikan pada anak-anak dengan retardasi mental moderat, yang bisa dilatih merawat dirinya sendiri, pertahanan diri, cara makan, minum, dan mandi, dan dapat juga dilatih untuk berkerja agar dapat mencari nafkah sendiri nantinya. Anak-anak ini dikategorikan dalam ketunaan C1.
Metode pengajaran yang dilakukan oleh guru kelas II A/B SLB Dharma Asih Pontianak menurut hasil observasi yang kami lakukan ialah tergantung dari kategori yang mereka sandang contohnya pada saat observasi, guru mengajarkan Audityhia Derasta atau yang dipanggil Audi yang masuk dalam kategori tunagrahita C1 tentang merawat dirinya sendiri, makan dan minum dengan benar. Guru mengajarkan audi untuk mengelap mulutnya yang penuh dengan ileran/air liur dengan menggunakan sapu tangan. Audi dituntun untuk mengelap mulutnya sendiri. Serta pada saat bel istirahat berbunyi, guru mengajarkan murid-muridnya untuk makan dengan menggunakan tangan kanan dan tidak berantakan, disini menunjukan bahwa guru mengajarkan murid-muridnya untuk dapat merawat dirinya sendiri, cara makan dan minum yang baik. Selain itu pada saat pembelajaran guru menggunakan kontak mata yang baik, isyarat, juga suara yang jelas. Ada beberapa anak yang harus melakukan kontak mata terlebih dahulu agar mau menuruti perkataan gurunya dan suara guru yang mengajar harus jelas. Sehingga guru dapat membangun komunikasi yang baik dengan murid sehingga murud merasa nyaman saat belajar.


2.      Autisme
 Pada kelas II B terdapat satu anak yang tergolong Autis atau pada tabel ketunaan disingkat dengan Au yang berarti autis. Pada kelas ini hanya Fairuszsyahrun Nawa yang masuk dalam ketunaan autis. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan  yang kompleks  menyangkut komunikasi,  interaksi  sosial,  kognisi, dan  aktivitas  imajinasi. Seseorang  baru  dapat  dikatakan termasukkategori  Autisme,  bila  ia  memiliki hambatanperkembangan dalam tiga aspek yakni kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas  yang  kurang  dalam  kemampuan  komunikasi  timbal  balik, minat  yang  terbatas disertai  gerakan-gerakan  berulang tanpa  tujuan. Ketiga hal tersebut terdapat dalam Firuszsyahrun Nawa atau yang dipanggil Nawa. Pada saat observasi, kami mencoba melakukan komunikasi kepada Nawa dan yang terjadi adalah tidak adanya komunikasi timbal balik, dimana pada saat kami mencoba bertanya hal-hal dasar seperti nama dan umur namun Nawa tidak dapat memahaminya, serta guru yang berada didalam kelas mengatakan bahwa Nawa tidak dapat diajak berkomunikasi dengan baik, hanya kadang-kadang saja ia dapat mengerti apa yang kita maksud melalui isyarat. Emosional yang dimiliki oleh Nawa terbilang cukup cukup sensitif, ia akan marah jika ada temannya yang menyentuh barangnya.
Metode pembelajaran yang dilakukan guru pada Nawa yaitu dengan mengajarkannya secara individual atau one by one, guru akan datang kebangku Nawa dan mengajarkannya tentang pelajaran hari itu. Dimana pada saat observasi yg kami lakukan guru mengajarkan tentang buah-buahan dan cara mewarnainya. Menurut guru yang mengajar Nawa, ia mengatakan bahwa anak autis akan mudah mengerti pelajaran dengan visual seperti gambar-gambar. Maka dari itu guru tersebut menggambarkan beberapa buah-buahan pada buku Nawa, memberi contoh cara mewarnainya kemudian menyuruh nawa untuk mewarnainya sendiri serta dibawah gambar buah-buahan tersebut terdapat nama dari buah tersebut seperti apel, jeruk dan lain-lain.  Selain itu Guru juga mengajarkan nawa agar dapat berkomunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik dimana bukan hanya guru yang dapat mengerti maksud perkataan Nawa tapi Nawa juga diajarkan agar dapat mengerti maksud perkataan guru. Dalam hal ini guru mengajarkan komunikasi dalam bentuk isyarat atau gerak tubuh. Guru berkata-kata dan disertai dengan gerakan tubuh yang mengarah pada maksud dari perkataannya seperti saat guru mengatakan “tidak boleh” maka guru tersebut mengatakan kata “tidak boleh” disertai dengan gerakan isyarat atau gerak tubuh geleng-geleng kepala dan gerakan tangan yang mengarah pada maksud dari perkataannya tersebut.


3.      Ganda
Istilah lain yang digunakan untuk menyebut anak tunaganda adalah anak tunamajemuk anak cacat ganda anak cacat majemuk multiple handicaps multiple disabilities.
Tuna ganda adalah anak-anak yang mempunyai masalah-masalah jasmani,mental atau emosional yang sangat berat atau kombinasi dari berbagai masalah, memerlukan pelayanan pendidikan,sosial, psikologis dan medik yang melebihi pelayanan program pendidikan luar biasa reguler,agar potensi mereka dapat berkembang secara maksimal sehingga berguna dalam partisipasi di masyarakat dan dapat memenuhi kebutuhan sendiri. Klasifikasi anak Tunaganda
Pada dasarnya ada beberapa kombinasi kelainan, di antaranya:
1. Kelainan utamanya tunagrahita.
Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetrainilah yang dipandang paling berat cara menanganinya.
2. Kelainan utamanya tunarungu.
Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetra inilah yang dipandang paling berat cara menanganinya.
3. kelainan utamanya tunanetra.
Gabungannya dapat berwujud tunalaras, tunarungu, dan kelainan yang
4. Kelainanan utamanya tunadaksa.
Gabungannya dapat berwujud tunagrahita, tunanetra, tunarungu, gayaemosi, dan kelainan lain.
5. Kelainan utamanya tunalaras.
Gabungannya dapat berwujud austisme dan pendengaran.
6. Kombinasi kelainan lain.

Pada kelas ini hanya Figo Alexander yang masuk kedalam kelompok tunaganda yakni kelainan utamanya tunadaksa dan gabungannya yaitu tunagrahita. Tuna Daksa
Berasal dari kata “Tuna“ yang berarti rugi, kurang dan “daksa“ berarti tubuh. Dalam banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health Impairments“ (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Perilaku yang ditunjukkan Figo yakni selalu menyendiri,selama jam pelajaran Figo tidak pernah terlihat sekalipun berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang disekitarnya baik teman-teman maupun gurunya. Figo hanya fokus menonton video dari Handphone yang dibawanya dan sesekali Figo mengeluarkan kaset-kaset miliknya yang dibawanya  dan melihat gambar-gambar yang ada pada kulit kaset tersebut. Saat diajak berkomunikasi oleh gurunya Figo hanya diam dan tidak ada respon dari Figo. Karena Figo merupakan anak yang menderita tunadaksa yakni kelainan pada indra pendengarannya sehingga pada saat guru menjelasakan dan mengajak Figo untuk berkomunikasi, sang guru harus memperbesar volume suara dan memberikan penekanan kata agar Figo dapat mengerti apa yang dibicarakan oleh gurunya.

C.     Mata Pelajaran
Dari segi mata pelajaran anak-anak berkebutuhan khusus di kelas II A/B juga mendapatkan pelajaran berupa mata pelajaran Tematik, Penjas Adaptif, Agama dan Budi Pekerti, Program Khusus dan SBK.
1.      Tematik
Anak Berkebutuhan Khusus juga diberikan mata pelajaran tematik . Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik.
2.      Penjas Adaptif
Pendidikan Jasmani Adaptif Secara mendasar pendidikan jasmani adaptif adalah sama dengan pendidikan jasmani biasa. Pendidikan jasmani merupakan salah satu aspek dari seluruh proses pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan jasmani adaptif merupakan suatu sistem penyampaian layanan yang bersifat menyeluruh (comprehensif) dan dirancang untuk mengetahui, menemukan dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor. Hampir semua jenis ketunaan Anak Luar Biasa memiliki masalah dalam ranah psikomotor. Masalah psikomotor sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan sensomotorik, keterbatasan dalam kemampuan belajar. Sebagian Anak Luar Biasa bermasalah dalam interaksi sosial dan tingkah laku. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa peranan pendidikan jasmani bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sangat besar dan akan mampu mengembangkan mengkoreksi kelainan dan keterbatasan tersebut.
3.      Agama dan Budi Pekerti
Pendidikan agama yang diberikan sesuai dengan agama dari masing-masing anak berkebutuhan khusus.
4.      Program Khusus
Mata pelajaran program khusus diberikan pada anak-anak kelas 3 keatas. Rangkaian kegiatan yang dilakukan peserta didik antara lain belajar cara memakai baju dan celana dengan benar, belajar cara menyikat gigi dengan baik dan benar,belajar menjahit dan juga belajar memasak



BAB III
A.     Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus (ABK) mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan dan memiliki kebutuhan yang berbeda dengan anak-anak normal lainnya. Anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus ini bersekolah di Sekolah Luar Biasa atau yang biasa disingkat dengan SLB. Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Observasi yang dilakukan di kelas II A/B SLB Dharma Asih Pontianak bertujuan untuk lebih memahami cara belajar anak berkebutuhan khusus dan cara mengajar guru-guru di SLB Dharma Asih Pontianak khususnya di kelas II A/B. Pada kelas ini terdapat beberapa jenis anak berkebutuhan khusus antara lain ada anak tunagrahita, tunaganda, dan autis. Pengajaran yang diberikanpun pada masing-masing anak berbeda sesuai dengan kebutuhan dan jenis ketunaan yang diderita anak.

B.     Saran
Sebagai calon guru kita sudah seharusnya lebih memahami cara mendidik dengan baik sehingga menghasilkan hasil didik yang lebih optimal. Dan juga dengan mempelajari dan mengobservasi pendidikan di Sekolah Berkebutuhan Khusus diharapkan pengalaman dan pengetahuan yang kita dapatkan bisa kita implementasikan ke kehidupan kita sehari-hari.



DAFTAR PUSTAKA





Makalah Pendekatan Sains, Teknologi, Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran IPS



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Kedudukan konsep ilmu, teknologi dan kemasyarakatan semakin penting dalam era masyarakat modern yang banyak menimbulkan masalah-masalah kompleks. Kenyataan ini akan semakin dirasakan apabila dalam penjelasanya memberi informasi lebih jauh bahwa pemecahan masalah-masalah tersebut menghendaki adanya kedudukan dari berbagai disiplin ilmu.
IPS sebagai mata pelajaran di lembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis. Hal ini terbukti dengan banyak ide atau pemikiran dari para ahli seperti Robert E. Yager yang memasukkan ilmu, teknologi dan masyarakat(ITM) baik sebagai bidang penerapan dan hubungan, kreativitas dan sikap, maupun konsep dan proses.
            Ilmu, teknologi dan masyarakat (ITM) merupakan istilah yang diterapkan sebagai upaya untuk memberikan wawasan kepada siswa secara nyata dalam mengkaji ilmu pengetahuan. Konsep ITM mencakup keseluruhan spektrum tentang peristiwa-peristiwa kritis dalam proses pendidikan, meliputi tujuan, kurikulum, strategi pembelajaran, evaluasi dan persiapan serta penampilan guru. Ciri dasar keberadaan ITM adalah lahirnya warga negara yang berpengetahuan yang mampu memecahkan masalah-masalah krusial dan mengambil tindakan secara efisien dan efektif.
            Dalam Djojo Suradisastra (1991) menyatakan bahwa IPS lahir dari keinginan para pakar pendidikan untuk “membekali” para siswa supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan menangani kompleksitas kehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang secara tidak terduga merupakan bidang studi yang mempelajari manusia dan dunianya. Perkembangan seperti itu dapat membawa berbagai dampak yang  luas. Karena luasnya akibat terhadap kehidupan maka lahir masalah yang seringkali disebut masalah sosial. Peserta didik perlu menyadari tantangan-tantangan menghadapi gejala-gejala yang seperti itu. Pada dasarnya, IPS merupakan kajian tentang manusia dan dunia sekelilingnya.
Yang menjadi pokok kajian  IPS  ialah tentang hubungan antarmanusia, sedangkan latar telaahnya adalah kehidupan nyata manusia. Perlu disadari bahwa, sesuai dengan tingkat perkembangannya, siswa SD belum mampu memahami keluasan dan kedalaman 4 masalah-masalah sosial secara utuh. Akan tetapi mereka dapat diperkenalkan kepada masalah-masalah tersebut. Melalui pengajaran IPS mereka dapat memperoleh pangetahuan, keterampilan, sikap, dan kepakaan untuk menghadapi hidup dengan tantangan-tantangannya. Selanjutnya mereka kelak diharapkan mampu bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Dari uraian diatas, secara umum pembelajaran IPS akan melibatkan peserta didik dengan lingkungan disekitarnya dengan menumbuhkembangkan kesadaran dan kepekaan tentang gejala dan masalah sosial. Salah satu cara sebagai langkah strategis yang perlu diambil oleh guru untuk dapat menciptakan sumber daya manusia berkualitas adalah dengan menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Dalam hal ini pendekatan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM).  STM adalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan, topik/masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi, dan persiapan/kinerja guru. Pendekatan ini melibatkan siswa dalam menentukan tujuan, prosedur pelaksanaan, pencarian informasi dan dalam evaluasi. Tujuan utama pendekatan STM ini adalah untuk menghasilkan lulusan yang cukup mempunyai bekal pengetahuan sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat sehingga dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya.


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka di rumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apa itu Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) ?
2.      Apa Hakikat Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) ?
3.      Bagaimana kaitannya Pendekatan STM dalam Pembelajaran IPS ?

C.     Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian Sains Teknologi Masyarakat
2.      Untuk mengetahui Hakikat Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM).
3.      Untuk mengetahui kaitannya Pendekatan STM dalam Pembelajaran IPS.


BAB II
ISI

1.      Pengertian Sains Teknologi dan Masyarakat
Menurut NSTA Report (1991 dalam Rusmansyah 2001) Sains-Teknologi-Masyarakat merupakan terjemahan dari Sains-Technogy-Society (STS), yaitu suatu usaha untuk menyajikan Ilmu Pengetahuan Alam dengan mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata. STM adalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan, topik/masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi, dan persiapan/kinerja guru. Pendekatan ini melibatkan siswa dalam menentukan tujuan, prosedur pelaksanaan, pencarian  informasi dan dalam evaluasi. Tujuan utama pendekatan STM ini adalah untuk menghasilkan lulusan yang cukup mempunyai bekal pengetahuan sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat sehingga dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya.
Dalam kaitannya dengan bidang IPS, Aikenhead (1991 dalam Fajar 2004) memberikan batasan society is the social milieu. Society merupakan lingkungan pergaulan sosial serta kaidah-kaidah yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Ryan (1992 dalam  Fajar 2004) menguraikan pengaruh sains dan teknologi terhadap masyarakat (society), yaitu dalam tanggung jawab sosial, kontribusi terhadap keputusan sosial, membentuk masalah sosial, menyelesaikan masalah praktis dan sosial, serta kontribusi terhadap ekonomi, militer, dan berpikir sosial. Horton (1984) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain.


2.      Hakikat Pendekatan STM
Istilah STM antara lain: Sains-Teknology-Society (STS), Science Tehcnology Society and Environtment (STSE) atau sains Teknologi Lingkungan dan Masyarakat (Salingtemas). Sebenarnya intinya sama yaitu environtment, yang dalam berbagai kegiatan perlu ditonjolkan. Istilah STM untuk pertama kali diciptakan oleh John Ziman dalam bukunya “Teaching and Learning About Scince and Society” Ia mengemukakan bahwa konsep-konsep dan proses sains seharusnya sesuai dengan kehidupan siswa sehari-hari (Iim Wasliman. 2002:26).
STM merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Adapun tujuan pendekatan STM adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah diambilnya (Iskandar. 1996).
Pendekatan STM dikembangkan dengan tujuan agar :
a.       Peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas.
b.      Peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan/perspektif untuk mensikapi berbagai isu/situasi yang berkembang di masyarakat.
c.       Peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki tanggung jawab sosial.
Keterpaduan dalam sains sebenarnya terdiri dari beberapa pola, antara lain keterpaduan proses dan produk, keterpaduan berbasis obyek, keterpaduan antar bidang, dan keterpaduan berbasis persoalan. Bagi siswa SD, khususnya untuk kelas tinggi memiliki kecenderungan pada keterpaduan berbasis persoalan, karena idealnya untuk pembelajaran kelas tinggi sudah menggunakan sistem guru bidang studi. Sedangkan untuk kelas rendah memiliki kecenderungan untuk mengikuti pola keterpaduan antar bidang, karena biasanya masih menggunakan sistem guru kelas. Keterpaduan antar bidang ini diwujudkan melalui tema tematik.
IPS adalah salah satu bidang studi yang rumit karena luasnya ruang lingkup dan merupakan gabungan dari ilmu-ilmu sosial, seperti geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, dan antropologi. IPS sebagai disiplin operasional yang efektif dan memperhatikan studi tentang manusia di masyarakat, memainkan peranan sangat penting dalam situasi global sekarang ini. Namun demikian yang kita jumpai dalam kenyataan, pengajaran IPS didominasi oleh proses pembelajaran yang menggunakan buku literatur. Sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa pengajaran IPS hanya menghafal konsep dan tidak bermakna, tidak relevan dengan apa yang dihadapi siswa dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat.
Melalui proses pembelajaran STM akan mengantarkan siswa untuk melihat ilmu sebagai dunianya, siswa akan mengenal dan memiliki pengalaman sebagaimana yang pernah dialami oleh seorang ilmuwan. STM dengan teknologinya berusaha menyembatani antara ilmu dan masyarakat. Penerapan ilmu sudah saatnya terus dikembangkan agar apa yang diperoleh di bangku sekolah tidak lagi hanya sebatas pengetahuan yang sulit dipahami karena hanya berupa konsep-kosep abstrak, sehingga sulit diterapkan di dalam masyarakat.
Menurut Yager (Arnie Fajar.2002:27), secara umum pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM memiliki karakteristik, sebagai berikut:
a.       Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak.
b.      Penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda, lingkungan) untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah.
c.       Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
d.      Penekanan pada keterampilan proses, dimana siswa dapat menggunakan dalam memecahkan masalah.
e.       Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara dimana ia mencoba untuk memecahkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi.
f.       Identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak kepada masyarakat di masa depan.
g.      Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.
Menurut Rusmansyah (2003) dalam Aisyah (2007), pendekatan STM dilandasi oleh tiga hal penting yaitu:
1)      Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi, dan masyarakat yang dalam pembelajarannya menganut pandangan konstruktivisme, yang menekankan bahwa si pembelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan,
2)      Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang pada pokoknya menggambarkan bahwa anak membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan.
3)      Dalam pembelajaran terkandung lima ranah, yaitu pengetahuan, sikap, proses, kreativitas, dan aplikasi.

3.      Pendekatan STM dalam pembelajaran IPS
Keterkaitan antara sains, teknologi, dan masyarakat tidak diragukan lagi, ini dapat dipahami malaui pernyataan-pernyataan berikut ini. Sebuah komite nasional Amerika yaitu National Committee Science and Society (NCSS), mengeluarkan buku yang berjudul “Ilmu Eksakta dan Ilmu Pengetahuan Sosial” menunjukkan betapa pentingnya membahas dampak sosial dari kemajuan dan permasalahan ilmiah. Buku ini menjadi tonggak dalam upaya memperkenalkan pentingnya STM sebagai jembatan antar program eksakta dan program IPS.
William H. Cartwright (Arnie fajar. 2002;36), menyatakan bahwa ilmu alam dan ilmu sosial mempunyai kaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Dampak ilmu alam kepada masyarakat merupakan fenomena sosial. Pengaruh kemajuan ilmiah dan teknologi, pertanian, kesehatan, dan perang juga berpengaruh terhadap masyarakat. inipun juga merupakan fenomena sosial.Pemikiran ilmiah akan berpengaruh terhadap alam di mana masyarakat bertempat tinggal. Dengan kenyataan di atas maka kita harus menyadari bahwa memang ada kaitan erat antara ilmu alam dengan ilmu pengetahuan sosial.
Pada awalnya pendekatan STM ini diperuntukkan bagi mata pelajaran IPA, akan tetapi pada perkembangan selanjutnya dikembangkan untuk mata pelajaran IPS. Dengan alasan, banyak sekali isu-isu atau masalah-masalah dan menarik di dalam kehidupan masyarakat dan sangat dekat dengan kajian IPS. Untuk mengatasai isu atau masalah yang timbul di masyarakat tersebut, siswa dapat mengaplikasikan konsep pendidikan STM yang telah dipelajari. Sangat dimungkinkan dalam prosesnya terdapat keterkaitan dengan aplikasi konsep IPA.
Perkembangan sains dan teknologi dapat menimbulkan perubahan masyarakat. Seperti analisis yang dilakukan oleh Mead, bahwa perubahan masyarakat itu diakibatkan oleh masuknya pengaruh asing yang berupa teknologi. Masuknya teknologi dalam masyarakat ternyata tidak hanya mengubah kondisi kehidupan masyarakat, tetapi juga dapat merubah cara hidup manusia dalam masyarakat tersebut. (Mead. 1962:288).
Sains dan teknologi sangat erat hubungannya dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat menuntut adanya berbagai inovasi dalam bidang sains dan teknologi yang mengarah pada seluruh aspek kehidupan manusia. Pada taraf teknologi mutakhir sekarang ini, sarjana sains dan teknologi hanya dapat hidup dan berkarya dalam suatu struktur masyarakat.
Dunia teknologi sudah mengambil skala dunia dan semakin menyatu dengan totalitas ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan militer. (Mangunwijaya;1983). Dengan demikian antara sains, teknologi, dan masyarakat terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Sains dan teknologi dihasilkan oleh dan untuk masyarakat, perkembangan sains dan teknologi ditentukan oleh dinamika kehidupan masyarakat, sebaliknya masyarakat dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi.
Kemajuan sains dan teknologi seringkali berdampak pada terjadinya masalahmasalah dalam masyarakat. Hal ini disebabkan kemajuan sains dan teknologi sering tidak diiringi kesiapan dari masyarakat termasuk peserta didik. Misalnya berbagai siaran televisi melalui satelit komunikasi, menimbulkan berbagai permasalahan terhadap anak didik, misalnya menjadi malas belajar, dan mudah meniru hal-hal yang negatif dari adegan film. Pencemaran dapat berpengaruh terhadap kesehatan fisik biologis, dan mental psikologis, dan masih banyak contoh lagi dari kehidupan sekitar kita.
Dampak negatif dari perkembangan dan penerapan sains dan teknologi mengakibatkan berbagai ketimpangan, misalnya goncangan fisik (pshysical shock) dan kejiwaan (psychological shock).
Cobalah Anda amati dan hayati, kedatangan turis dari manca negara ke Indonesia mempengaruhi tingkah laku maupun budaya masyarakat setempat, dimana para remaja merasa gaul dan rasa percaya diri tinggi jika mengikuti mode dari luar, misalnya cara berpakaian, perilak, makanan, potongan dan warna rambut. Selain itu juga menyebabkan munculnya masalah perilaku individu atau masyarakat terhadap berbagai penyakit sosial. Misalnya di tempat-tempat wisata, seperti tempat wisata Kaliurang di lereng gunung Merapi dan pantai Parangtritis di Yogyakarta akan muncul wanita tuna susila, mereka ini merupakan media penularan penyakit AIDS yang sangat menakutkan karena sampai sekarang belum ditemukan obatnya. Penyakit ini disebabkan oleh, virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia, dimana penyebarannya dapat melalui kontak seksual dari pengidap atau penderita kepada penerima pertama. Selanjutnya penyakit tersebut dapat menular kepada pasangannya. Penggunaan alat-alat suntik yang tidak steril juga dapat menyebarkan penyakit tersebut dengan cepat.
IPS merupakan hasil integrasi dari ilmu-ilmu sosial (sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi) harus mampu mensintesiskan konsep yang relevan antara ilmu-ilmu sosial tersebut. Selain itu kiranya perlu dimasukkan unsur-unsur pendidikan dan masalah-masalah sosial dalam hidup bermasyarakat (M.Norman Somantri.2001;198).
Dengan demikian IPS dapat mengkcounter berbagai permasalahan sosial yang ditimbulkan oleh perkembangan sains dan teknologi. IPS dapat dijadikan media dalam memberikan pemahaman tentang sains dan teknologi dalam kehidupan manusia.
Peran IPS disini bukan sebagai pencetak ilmuwan, melainkan lebih mengutamakan pada berpikir bagaimana menghadapi dampak sosial sebagai akibat perkembangan dan penerapan sains dan teknologi. Hal ini diperlukan agar masyarakat dapat menerima berbagai hasil sains dan teknologi disertai dengan pemahaman yang cukup. Pada akhirnya diharapkan mereka dapat menerima hasil teknologi tanpa disertai gejolak-gejolak sosial, bahkan dapat digunakan untuk kemajuan masyarakat itu sendiri.
Sehubungan hal di atas menurut Pejiadi (2002), pendidikan sains yang pada mulanya hanya menekankan pada pembelajaran konsep dan proses sains untuk meningkatkan aspek kognitif saja. Tetapi dengan melihat kenyataan di atas perlu pula dikembangkan aspek afektif yaitu nilai dalam bentuk kepedulian terhadap lingkungan, yaitu kepedulian terhadap kemungkinan-kemungkinan dampak negatif dari perkembangan sains dan teknologi. Dengan demikian jelas bahwa konsep-konsep pendidikan IPS telah dimasukkan kedalam pengkajian pendekatan STM. Artinya pendidikan IPA dan IPS memang mempunyai kaitan yang sangat erat dan saling melengkapi.
Pendekatan STM ini sesuai dengan hakikat Kurikulum Berbasis Kompetensi 2001, yaitu merupakan upaya untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial yang bermutu tinggi. Dengan demikian tanggung jawab siswa sebagai warga masyarakat dituntut kesediaanya untuk mengambil tindakan melalui instrument-instrumen demokratis untuk mengontrol kekuatan teknologi baik kepada manusia maupun kepada alam, yang merupakan unsur penting bagi keberadaan manusia.
Pendekatan STM dalam IPS tidak perlu disusun dalam pokok bahasan baru, melainkan dapat disisipkan pada pokok-pokok bahasan yang telah ada. Dengan pendekatan STM ini dapat memberikan gambaran utuh tentang berbagai aspek kehidupan manusia. Tetapi harus diketahui bahwa dengan digunakannya pendekatan STM dalam pembelajaran IPS akan dibangun suatu dimensi baru, yang lebih menekankan pada segi pragmatis yang mengungkapkan hal-hal yang bermanfaat dan berhubungan langsung dengan aspek kehidupan siswa.
Agar pelaksanaannya pembelajaran dengan pendekatan STM dapat berhasil dengan baik, maka sebagai seorang guru kiranya penting untuk mengetahui tahap-tahapnya.
Adapun tahap-tahap implementasi pendekatan STM dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
a.       Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi, dan eksplorasi) yang mengemukakan isu/masalah actual yang ada di masyarakat.
b.      Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun atau mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui observasi, eksperimen, dan diskusi.
c.       Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisis isu/masalah yang telah dikemukakan di awal pembelajaran berdasar konsep yang telah dipahami siswa.
d.      Tahap pemantapan konsep, dimana guru memberikan pemahaman konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa.
e.       Tahap evaluasi, dapat berupa evaluai proses maupun evaluasi hasil.



Menurut Poedjiadi (2005), pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga macam strategi, yaitu:
1)      Strategi pertama, menyusun topik- topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep.
2)      Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen dari kurikulum.
3)      Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela-sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep-konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi.





Menurut Varella (1992) dalam Widyatiningtyas (2009), evaluasi dalam STM meliputi ruang lingkup aspek:
a.       Pemahaman konsep sains dalam pengalaman kehidupan sehari-hari.
b.      Penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sains untuk masalah-masalah teknologi sehari-hari.
c.       Pemahaman prinsip-prinsip sains dan teknologi yang terlibat dalam alat-alat teknologi yang dimamfaatkan masyarakat.
d.      Penggunaan proses-proses ilmiah dalam pemecahan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
e.       Pembuatan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kesehatan, nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan pada konsep-konsep ilmiah.














BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
STM adalah pendekatan terpadu antara sains teknologi dan masyarakat yang bertujuan enghasilkan peserta didik yang mampu memecahkan dan mengatasi masalah dalam lingkungan kehidupannya di masyarakat. Pola keterpaduan sains teknologi dan  masyarakat ada beberapa macam yaitu keterpaduan proses dan produk, keterpaduan objek, keterpaduan antar bidang, dan keterpaduan berbasis masalah. Jenjang atau tingkatan SD kelas tinggi menggunakan pola keterpaduan berbasis masalah, sedangkan untuk kelas rendah menggunakan keterpaduan antar bidang studi.
Dengan pendekatan STM diharapkan siswa memeliki pengalaman dengan proses ilmiah. Penerapan ilmu harus selalu dikembangkan agar pengetahuan yang diperoleh di sekolah menjadi relevan dengan kehidupan sehari hari. Antara sains tekonologi dan masyarakat sangat erat kaitannya. Kemajuan sains dan teknologi berdampak terhadap masyarakat, misalnya terjadi perubahan sosial, timbul masalah masalah sosial dan terjadi goncangan fisik dan psikis di dalam masyarakat. Peran IPS dalam kaitannya dengan kemajuan sains dan teknologi, adalah mengkounter berbagai maslaah sosial. IPS juga dijadikan media dalam memberikan pemahaman tentang sains dan teknologi kepada masyarakat, khususnya siswa sebagai peserta didik.

B.     Saran
STM sebagai pendekatan dalam pembelajaran harus mampu ditanamkan dengan baik di Indonesia meskipun banyak permasalahan atau kendala yang dihadapai dalam proses pelaksanaannya.
Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan maupun referensi pengetahuan mengenai pembelajaran strategi pembelajaran geografi namun kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan, karena melihat masih banyak hal hal yang belum bisa dikaji lebih mendalam dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA





Laporan Observasi Anak Berkebutuhan Khusus

BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang    Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda deng...